Minggu, 30 September 2012

MEMAHAMI ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT



Filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof dari zaman ke zaman memiliki corak dan ciri yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh latar belakang zaman dan pandangan hidup para filosof, serta tempat di mana para filosof bertempat tinggal juga ikut mewarnai pemikirannya. Selain itu, perbedaan pendekatan yang dipakai oleh para filosof, walaupun untuk objek permasalahannya sama. Karena perbedaan dalam pendekatannya, maka kesimpulan yang dihasilkan menjadi berbeda bahkan tidak sedikit yang saling bertentangan.
Perkembangan pemikiran filsafat melahirkan berbagai macam pandangan atau aliran, karena pemikiran filsafat yang tidak pernah berhenti (menterjemahkan dan diterjemahkan). Pemikiran filsafat ini telah berhasil mengubah pola pikir bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Untuk mengetahui perkembangan pemikiran dunia filsafat, di bawah ini akan diuraikan aliran-aliran filsafat.

A.    Aliran-aliran Metafisika
1.      Aliran Kuantitas (Jumlah)
a.       Aliran Monisme
Monisme adalah aliran yang mengemukakan unsur pokok segala yang ada ini adalah esa, satu. Unsur pokok ini bisa berupa materi, pikiran, Allah, energi dan lain-lain. Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum idealis unsur itu roh atau ide. Orang yang mula-mula menggunakan terminologi monisme adalah Christian Wolff. Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Enstein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat. Atau dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang fundamental (Menurut Thales : air, menurut Anaximandros : apeiron, dan menurut Anaximenes : udara).
b.      Aliran Dualisme
Dualisme adalah aliran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dan lain-lain. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani. Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri. (Menurut Plato : bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Menurut Rene Descartes, mengatakan bahwa pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan substansi luasan (badan) (cogito ergo sum = saya berpikir maka saya ada), menurut Leibniz : yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin, menurut Thomas Hyde, yang mengungkapkan bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara subtantif, dan menurut Immanuel Kant : yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia hakiki (noumena)).
c.       Aliran Pluralisme
Pluralisme adalah aliran yang berpendapat unsur pokok hakikat kenyataan ini adalah banyak artinya bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak substansi yang bersifat independen satu sama lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental. Didalamnya hanya terdapat berbagai jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat diredusir. Pandangan demikian mencangkup puluhan teori, beberapa diantaranya teori para filosuf yunani kuno yang menganggap kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari pemahaman di atas dapat dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi, karena menurutnya manusia tidak hanya terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara yang merupakan unsur substansial dari segala wujud. (Menurut Empedokles : yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu udara, api, air, dan tanah)
2.      Aliran Kualitas (Sifat)
a.       Aliran Tetap
1)      Aliran Spiritualisme
Aliran Spiritualisme adalah aliran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh ( pneuma, nous, reason, logos ) yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Spiritualisme kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistic yang menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indera dalam pengertian ini dipandang sebagai dunia idea. Spiritualisme dipakai dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama. Spiritualisme berarti kepercayaan bahwa roh-roh orang mati berkomunikasi dengan orang yamg masih hidup melalui orang-orang tertentu.
2)      Aliran Materialisme
Materialisme merupakan aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Faham materialisme ini tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti. Pada abad pertama masehi aliran materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius, bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap aliran materialisme ini. Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan), Materialisme mendapat tanggapan dan penganut yang penting di Eropah Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat. Faktor yang menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan aliran materialisme mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam. Selain itu, faham materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti.
Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa aliran materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini, kritik pun muncul di kalangan ulama-ulama barat yang menentang materialisme. Adapun kritik yang dilontarkan adalah sebagai berikut :
a)     Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos (kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau balau namanya.
b)    Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam. padahal pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
c)     Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri. padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan.
d)    Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar sekalipun.
Tokoh-tokoh aliran materialisme adalah Anaximenes, Anaximandros, Thales, Demokritos, Thomas Hobbes, Lamettrie. Feuerbach, H. Spencer (1820 -1903). Karl Marx.
b.      Aliran Kejadian
1)      Aliran Mekanisme
Mekanisme adalah aliran yang berkeyakinan, bahwa kejadian di dunia ini berlaku dengan sendirinya menurut hukum sebab akibat.
2)      Aliran Teleologi
Teleologi adalah aliran yang berkeyakinan, bahwa kejadian yang satu berhubungan dengan kejadian yang lain, bukan oleh hukum sebab akibat, melainkan semata-mata oleh tujuan yang sama.
3)      Aliran Determinisme
Determinisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa kemauan manusia itu tidak merdeka dalam mengambil keputusan-keputusan yang penting, tetapi sudah terpasti lebih dahulu.
4)      Indeterminisme
Indeterminisme adalah aliran yang berpendapat bahwa manusia itu bebas dalam arti yang seluas-luasnya.

B.     Aliran-aliran Etika
1.      Aliran Etika Naturalisme
Etika Naturalisme merupakan aliran yang beranggapan bahwa kebahagian manusia itu didapatkan dengan menurutkan panggilan natura (fitrah) kejadian manusia sendiri. Perbuatan yang baik menurut aliran ini ialah perbuatan yang sesuai dengan fitrah manusia. Misalnya setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
Aliran ini menilai baik dan tidaknya perbuatan seseorang dilihat dari adanya kesesuaian dengan naluri manusia, baik naluri lahir maupun naluri batin sebagai titik tolak kebahagiaan. Paham ini didukung oleh Prodicus, Galileo, Grotius, Voltaire, dll.
2.      Aliran Etika Hedonisme
Etika Hedonisme adalah aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu adalah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan).
3.      Aliran Etika Utilitarianisme
Etika Utilitarianisme adalah aliran yang menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari kecil dan besarnya manfaatnya bagi manusia (utility = manfaat).
4.      Aliran Etika Idealisme
Etika Idealisme adalah aliran yang berpendirian bahwa perbuatan manusia janganlah terikat pada sebab musabab lahir, tetapi haruslah berdasarkan pada prinsip kerohanian (idea) yang lebih tinggi.
5.      Aliran Etika Vitalisme
Etika Vitalisme adalah aliran yang menilai baik buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada tidaknya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.
6.      Aliran Etika Theologis
Aliran Etika Theologis adalah aliran yang berkeyakinan bahwa ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia ini dinilai dengan sesuai dan tidak sesuainya dengan peintah Tuhan (Theos = Tuhan).

C.     Aliran-aliran Teori Pengetahuan
1.      Aliran yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan, termasuk kedalamnya :
a.       Rasionalisme
Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang berpandangan bahwa rasio, pikiran, dan jiwa manusia adalah sumber dari segala pengetahuan. Dalam rasio, pikiran, dan jiwa manusia terdapat ide-ide dan dengan itu manusia dapat membangun suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio. Dengan demikian, kriteria kebenaran berbasis pada intelektualitas dan strategi pengembangan ilmu model rasionalisme adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia. Akal yang menjadi dasar keilmuan. Bapak aliran ini adalah Rene Descartes. Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Leibniz dan Spinoza. Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio.
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.
 b.      Empirisme
Empirisme merupakan aliran yang mengatakan, bahwa pengetahuan manusia itu berasal dari pengalaman manusia, dari dunia luar yang ditangkap pancainderanya. Misalnya manusia tahu es dingin karena ia menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya. Tokoh-tokoh empirisme para ilmuwan berkebangsaan Inggris John Locke, George Berkeley dan David Hume. David Hume adalah pendiri utama aliran empirisme dan John Locke, bapak aliran empirisme pada zaman modern yang mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya adalah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan.
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivisme. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.
c.       Kritisisme (Transendentalisme)
Kritisisme merupakan aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu berasal, baik dari dunia luar, maupun dari jiwa atau pikiran manusia. Kritisisme merupakan aliran yang mengkritik terhadap aliran Rasionalisme dan aliran Empirisme. Aliran kritisisme menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda konsepnya dengan rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Tokohnnya adalah Immanuel Kant, yang mana pemikirannya yakni menggabungkan dua ajaran yang saling bertentangan yakni Rasionalisme Jerman dengan Empirisme Inggris. Pada abad 17 cenderung menganggap sumber pengetahuan salah satunya atau memberi tekanan pada akal (rasio) atau hanya melalui pengalaman (empiris) saja, sesuai dengan paham yang mereka anut. Immanuel Kant membedakan pengetahuan ke dalam empat golongan yaitu : yang analitis a priori, yang sintetis a priori, yang analitis a posteriori, dan yang sintetis a posteriori.
 2.      Aliran yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia, termasuk kedalamnya :
a.       Realisme
Realisme merupakan aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia itu adalah gambar yang baik dan tepat daripada kebenaran, dalam pengetahuan yang baik tergambarkan kebenaran seperti sesungguhnya ada. Realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dua hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung. Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002).  Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme.
b.      Idealisme
Idealisme merupakan aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekuatan. Tradisi pemikiran filsafat aliran idealisme berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.
Sumbangan idealisme terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’.

D.    Aliran-aliran Filsafat lainnya
1.      Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta, menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Pengetahuan tidak boleh melebihi fakta. Positivisme hanya, mengandalkan fakta-fakta belaka bukan berdasarkan pengalaman, seperti empirisme. Tokoh aliran ini adalah August Compte, ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat oleh eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Kebenaran diperoleh diperoleh dengan akal, didukung bukti empiris yang terstruktur. Terukur itulah sumbangan positivisme. Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri, tetapi hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan taliran positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.  
2.      Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran yang beranggapan bahwa benar dan tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah dan tidaknya ucapan, dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya. Dengan kata lain Pragmatisme tidak menanyakan "apakah itu?", melainkan "apakah gunanya itu?" atau "untuk apakah itu?". Yang dipersoalkan bukan "benar atau salah", karena ide menjadi benar oleh tindakan tertentu. Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktik.
Tradisi pragmatisme muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus menerus yang di dalamnya hal terpenting adalah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis yang erat hubungannya dengan makna dan kebenaran. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut aliran pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan. Tokoh aliran ini adalah C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Sumbangan dari pragmatisme adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.
3.      Intusionalisme
Intusionalisme merupakan suatu aliran yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran dan tidak bercampur aduk dengan perasaan. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran tertentu. Henry Bergson, misalnya menganggap intuisi merupakan hasil evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4.      Fenomenalisme
Fenomenalisme merupakan aliran yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala, berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Secara umum dapat dikatakan bahwa fenomenologi adalah cara dan bentuk berpikir, atau apa yang disebut dengan ? the styie of thingking?. Biasanya dikatakan bahwa dasar pikiran itu ialah intensionalisme.
Menurut Edmund Husserl sebagai salah satu tokoh filsafat fenomenologi bahwa, intention, kesengajaan mengarahkan kesadaran dan reduksi. Edmund Husserl memang berbagi jenis reduksi ; reduksi fenomenologis, editis, dunia dan kebudayaan menjadi lebenswelt, dan reduksi transedental. Akan tetapi tokoh fenomenologi yang lain, seperti Martin Heidegger dan Maurice Morleau Ponty menolak reduksi-reduksi itu. Ungkapan fenomenologi adalah slogan gerakan dalam pemikiran filsafat dan penelitian ilmiah. Walaupun di kalangan ilmuwan bisa saja terdapat banyak variasi antara satu dengan lainnya, namun semuanya cukup representatif. Dalam hal tertentu, fenomenologi adalah berkenaan dengan kesadaran di mana manusia mendapat dunia, mendapatkan selain dirinya dan mendapatkan dirinya sendiri. Fenomenologi di satu pihak adalah hubungan antara menusia dengan dunia, dan di pihak lain, ia merupakan hubungan antara dirinya dengan dirinya sendiri. Dalam masalah keagamaan, fenomenologi adalah cara untuk memahami hal ekspresi manusiawi terhadap latar belakang hubungan yang fundamental. Sebagai suatu usaha pemikiran, fenomenologi mencoba memahami manusia dalam kerangka filsafat antropologi. Sebagai suatu usaha riset ilmiah, fenomenologi berusaha untuk mengklarisifikasikan seluk-beluk kumpulan fenomena, termasuk fenomena keagamaan. Dengan cara demikian, fenomenologi menentukan terhadap pengertian mereka sendiri.
5.      Sekularisme
Sekularisme, merupakan suatu proses pembebasan manusia dalam berpikirnya dan dalam berbagai aspek kebudayaan dari segala yang bersifat keagamaan dan metafisika, sehingga bersifat duniawi belaka. Sekularisme bertujuan memberi interpretasi atau pengertian terhadap kehidupan manusia tanpa percaya kepada Tuhan, kitab suci dan hari kemudian. Tokoh dalam aliran ini adalah Jacob Holyoake.



Referensi :

Ahmad Tafsir. (2010). Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Endang Saifuddin Anshari. (1987). Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya : PT. Bina Ilmu.

Louis O. Kattsoff (Alih Bahasa : Soejono Soemargono). (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Praja, Juhaya S. (2003). Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media.

Suwardi Endraswara. (2012). Filsafat Ilmu Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta : CAPS.